04.28 - 1 comment

Foto Seksi


Bel istirahat berdentang. Anak-anak berhamburan
dari dalam kelas, menuju lapangan basket, mushala, dan kantin. Suara murid-murid yang riang seperti terlepas dari kandang ayam (he he he) itu membuat suasana sekolah menjadi hingar-bingar.
Dan kantin pojok, kantin terfavorit, sudah mulai
bising. Di sebuah meja, ada serombongan cewek. Di antara mereka ada yang kelihatan paling funky,
tertawa sinis sambil memperhatikan sebuah foto.
Cewek funky itu adalah Lini. Nama panjangnya Lini
Aminarti. Kecenya sih hampir sama dengan bintang
sinetron Dini Aminarti cuma kelakuannya aja yang
beda. Si Lini ini orangnya nyebelin karena sirikan
alias nggak mau tersaingi oleh siapa pun! Jadinya
ya, sering-sering jealous gitu, deh!
“Iiih, jijaiii …!” teriaknya sambil
memperlihatkan sebuah foto postcard ke teman-
temannya. Seorang temannya – yang namanya Fan yang artinya supporter itu emang sering men-support Dini dalam hal sirik-menyirik – mengambil dan melihatnya, terus ikutan teriak juga.
 “Ih, jijai juga …!” Akibatnya, beberapa anak yang ada di sana, baik cowok-cewek, ikutan mengambil foto dan melihatnya.
Mereka pun melotot! Ibarat anak kecil yang dikasih duit seratus ribu buat jajan kembang gula,
langsung pada antusias!
“Iiih, bener-bener nggak nyangka…?”
“Gila ya!”
“Tapi body-nya yahud lho!”
Pada saat yang sama Abror, cowok anak
kelas dua yang handsome-nya udah kesohor sampe ke kutub utara itu lewat dari arah belakang. Tadinya sih Abror mau beli somay di kantin pojok yang juga udah terkenal paling delicious itu! Tapi
tanpa sengaja dia melihat ke arah foto yang sedang jadi perhatian. Cowok yang punya alis tebal kayak semut lagi pawai itu ikutan kaget, sampai gelas colanya terlepas dan mengenai baju Lini! Tentu saja Lini, si cewek funky itu jadi heboh!
“Eh, kamu apa-apaan, sih? Pake dong matanya? Lagi ngapain sih ikut-ikutan ngelihat? Hah, baru tau kalo si Ara itu kelakuannya minus?”
Abror bengong. Betul-betul bengong kayak sapi
ompong! He he he. Sementara Ara gadis cantik kelas satu SMA yang paling supel itu keluar dari kelas ditemani karibnya si Juleha yang tambun tapi tersohor paling centil.

“Mau ke mana?” tanya Juleha sambil membetulkan rambutnya yang di-bluecherry (bule cat sendiri) itu.
“Ke kantin pojok, yuk?”
“Aduh, jangan ke situ deh. Mendingan ke kantin uni aja,” kata Ara memberi saran.
“Rese ah, di situ!”
“Eh, aku mau pesan somay, kok!” kata Juleha sambil terus menggandeng Ara yang ragu. Soalnya Ara tau kalo di kantin pojok suka banyak anak-anak yang nyebelin bangsanya si Lini itu, lho. Tapi ketika Juleha menarik tangannya akhirnya ia ikut aja.
“Iya, iya, tapi jangan ditarik-tarik gini, dong!
Emangnya aku kambing!”
“Eh, kamu bukan kambing, justru menurutku hari
ini kamu tampil cantik banget, deh!” ujar Juleha
memuji Ara yang memang terkenal paling cantik tapi paling sederhana penampilannya itu.
“Baru ditemenin ke kantin aja udah memuji setinggi
langit!”
“Tapi suer, kamu cantik banget! Aduh, jangan-
jangan si Lini jadi makin sebel deh!”
“Emang kenapa?”
“Dia kan nggak bisa ngelihat orang lebih cantik
dari dia. Tiap mau sekolah dia pasti nanya ke
cermin ajaibnya, siapa yang paling cantik di
sekolah ini? Pasti si cermin menjawab kamu! Ya,
akibatnya doski makin marah aja, dong! Iya kan?”
“Ah, bisa aja kamu!”
Dua sahabat ini terus melenggang ke arah kantin.
“Eh, Ra, jadi kamu betul-betul nggak mau ya
ditawari jadi model shampo? Katanya sudah ada
agency yang nawarin? Aduuuh, seandainya aku yang ditawari langsung aku terima, deh!”
“Bukannya aku nggak mau, tapi kan aku masih
sekolah, aku khawatir aja sekolahku jadi
terganggu. Lagian selain difoto, aku juga harus
keliling kota untuk membantu mempromosikan produk itu.”
Juleha manggut-manggut. “Eh, cepetan yuk, ntar
somaynya keabisan lagi. Lagian si Abror juga suka makan somay di sana!”
“Iiih, kamu tuh, sebetulnya mau makan somay apa
mau lihat Abror?”
“Ssst, dua-duanya! Hi hi hi.”
“Iih, centil dasar!”
Lini Cs masih bertahan di kantin pojok dan
masih terus menggosip!
“Gila, gue nggak nyangka, tu anak berani berpose
seperti itu?”
“Tapi sebetulnya dia itu cantik lho?” ujar si Fan
lagi.
“Eh, lo kok belain dia, sih?” Lini langsung berang ke arah Fan.
“Eh, enggak, maksud gue bukan menyanjung,
tapi dia itu nyebelin! Iya, maksud gue tadi gue
mau ngomong dia itu nyebelin!”

“Makanya lo semua nggak usah menyanjung-nyanjung dia lagi! Yang alimlah, yang sucilah, buktinya dia juga lebih bobrok dari kita. Iya kan?”
“Iya, iya, bener!” kata Fan mendukung
Lini. Yang lain juga setuju ama omongan Lini.
“Terus gimana dong, sikap kita terhadap dia?”
“Nggak usah pusing-pusing, usir aja dia
dari sekolah ini!”
“Iya, setuju usir!” kata Fan lagi.
“Eh, emang bisa?”
“Kenapa nggak bisa?” Lini balik bertanya.
“Maksud gue, di foto seperti ini kan bukan
kesalahan besar, bukan tindak kriminal gitu lho.
Jadi kayaknya nggak cukup alasan untuk mengusir dia dari sekolah ini.” Lini tercenung.
Dan tak lama kemudian semua orang di kafe
menjadi hening. Ternyata Ara dan Juleha tiba.
Semua mata memandang ke arah mereka. Semua mata memandang sinis, termasuk Abror. Tapi Juleha salah paham,
 “Ssst … Ra, dugaan kamu benar, lihat tuh si Abror ngeliatin gue?”
Sementara Ara merasa ada sesuatu yang aneh,
sehingga dia cepat-cepat menarik kursi dan duduk di sana. Tapi beberapa anak di dekat Ara langsung pindah dengan tatapan sinis ke arah Ara.
“Iiih, kenapa sih mereka? Kayak ngelihat hantu
aja!” Juleha jadi sebal.
“Udahlah, nggak usah diributin… katanya kamu mau pesan somay. Sekalian deh.” Juleha melangkah ke acara counter somay. Abror
mendatangi Ara. Wajahnya penuh hasrat dan bicara dengan suara berat,
“Ara, aku harus bicara?”
Ara bingung. Dia tahu kalau Abror sudah lama
naksir, tapi Ara belum memberi lampu hijau. Ara
lebih senang berteman aja, alias ‘ttm’ teman tapi
memble! He he he. Ara mengira Abror ingin
menyatakan cintanya.
“Eh, Abror pasti lo mau nembak si Ara, ya?” ledek Juleha yang tiba-tiba sudah membawa dua piring somay.
“Kenapa sih nggak nembak gue dulu? Pasti gue terima, deh!”
Abror langsung merah padam, kayak lampu merah.
“Eh, aku, aku hanya mau tanya, kamu pernah foto
seksi pake swim suit ya?”
Ara sempat kaget mendengar pertanyaan itu, tapi selanjutnya menjawab cuek,
“Pernah.”
Abror mendelik, jakunnya naik turun. “Pernah?”
“Ya, emang kenapa?”
“Rupanya kamu betul-betul cewek munafik, ya!”
kata Abror sambil melemparkan selembar foto ke depan Ara dan pergi.

Ara kaget sekali melihat foto itu, “hah?” Juleha
juga kaget!
“S-siapa ini? Gile? Seksi banget?” Juleha
memandang ke Ara,
“Jadi kamu nolak foto shampo tapi nerima orderan foto kayak begini? Dibayar berapa?”
“Eh, masak kamu percaya! Lihat dong, ini
memang wajahku, tapi ini kan bukan badanku! Coba perhatiin, masak perutku pusernya bodong? Iya, kan? Puserku kan nggak bodong!”
“Oh, berarti ada yang berusaha ngajakin lo
fitnes!”
“Fitnes? Fitnah!”
“Eh, iya, ada yang berusaha memfitnah!”
Ara kemudian memutar pandangannya ke arah
meja pojok, di mana Lini and her gank masih kasak-kusuk.
“Black, kerja lo oke juga. Komputer lo canggih juga ya. Orang-orang banyak yang pada percaya, tuh!” kata Lini pada Black. Sementara cowok yang dipanggil Black itu tersenyum tipis,
“Ya, tambahin dong bayarannya.”
“Nanti gue tambahin setelah dia diusir
dari sekolah!”
“Diusir?” Black kaget.
“Iya, gue pengin dia itu dipecat gitu, loooh! Lo
tau kan, kalo masih ada dia di sekolah, pamor gue nggak bakalan bisa naik, dan sandungan menjadi berat untuk mendapatkan cinta si Abror, tau! Ayo, dong lo kasih ide apa lagi? Ntar gue kasih tambahan, deh!”
Si Black anak jebolan sekolah komputer
berpikir,
“Hm, sebentar gue nyari ilham dulu ya…”
“Okay.”
“Ilhaaam… ilhaaam… kamu di mana?”
Dan tak lama kemudian muncul seokor kucing hitam. Dia mengeong dan menempel ke kaki Black.
“Ah, Ilham, kamu ke mana aja, sih… Ayo
sini… pus sayang…”
“Hah, jadi ilham itu nama Kucing? Gue
pikir lo lagi nunggu wangsit! Brengsek lo!”
Si Black nyengir.
“Rasanya untuk menghadapi orang kaya Ara emang enggak bisa pake kekerasan…,” kata Ara kemudian.
“Dia harus diakali dengan taktik dan strategi yang jitu….”
“Maksud lo?”
“Kita harus bikin yang lebih heboh lagi.”
“Foto lagi?”
“Bukan foto, tapi poster!” tukas Ara.”Kita
bikin poster bahwa Ara akan membawakan sebuah tarian erotis di diskotik apa, gitu. Pasti orang-orang akan semakin yakin kalau Ara itu adalah wanita murahaaan ….”
Black bengong.
“Saya salut deh ama kamu,“ kata Juleha yang di
sore hari sengaja main ke rumah Ara.”Kamu
kelihatan santai aja, padahal foto seksi itu udah
nyebar ke mana-mana, ke hp-hp juga udah ada.
Apalagi di Roxy, wah pada heboh tuh!”

“Biarlah urusan foto itu… “ kata Ara cuek.
“Kalo gitu honornya bagi-bagi, dong! Pasti deh
gede bayarannya!” ledek Juleha
“Ember lo ye! Kamu aja foto telanjang sana!”
sembur Ara jadi emosi.
“Jadi itu bukan elo?”
“Eh, udah dibilangin! Badan itu bukan badanku.
Sekarang gampang banget bikin foto kayak begitu! Kamu jangan langsung percaya. Coba aja kamu tanya as Roy Suryo.”
“Lho, siapa dia?”
“Aduh, kamu jarang baca koran, sih!”
“Jadi siapa yang bikin, dong?”
“Ya, aku nggak mau asal tuduh, meskipun aku punya filing pada seseorang… yang selama ini dikenal sebagai Siti sirik!”
“Lini?” Ara menghela napas panjang. “Iya, aku juga heran, kenapa dia kok kayaknya sebel banget ama aku. Jadi bingung.”
“Kasihan banget, deh kamu….”
Besoknya, beberapa poster ‘heboh’ sudah
terpampang di dinding sekolah. Beberapa anak yang melihatnya langsung melotot. Kaget. Histeris. Lini hari itu sengaja masuk siang, alasannya mau ke dokter dulu, padahal dia sengaja mau merekam situasi yang akan terjadi, langsung menghubungi hp-nya Fan.
“Fan, lo udah sampe sekolah?”
“Dikit lagi. Kena macet, nih. Emang kenapa?”
“Nanti lo liat, poster itu udah kepasang apa belum? Kasih kabar ke gue. Gue yakin pasti sekolahan heboh, deh!”
“Emang poster apaan, sih?”
“Aduuuh, lo lemot amat, sih? Udah deh, pokoknya lo cepat-cepat sampe sekolah dan liat poster terus telepon gue!”
“Iya, iya.”
Dan begitu Fan sampai sekolah dia memang heboh. Matanya melotot. Mulutnya ternganga. Benar-benar heboh. Yang lain juga ikutan heboh. Karena poster itu betul-betul sensual dan mengundang siapa saja, apalagi cowok-cowok. Fan langsung menelepon Lini.
“Gimana, Fan? Heboh kan?” kata Lini di seberang sana.
“Heboh banget!” teriak Fan.
“Terus Ara gimana?” kejar Lini.
“Ara? Maksud lo?” Fan bingung.
“Iya, si Ara gimana, di poster itu kan ada foto
Ara yang seksi banget, lagi nari telanjang! Nah,
gue pengin tau reaksi dia.”
“Eh, tapi yang di poster bukan foto Ara.”
Lini kaget. Hampir-hampir hp terbarunya tertelan.
“Hah, foto siapa?”
“F-foto elo.”
“A-apa lo bilang. Yang bener? Udah gue ke sana!”
Sementara Ara dan Juleha yang baru datang
hanya tersenyum-senyum saja melihat poster unik itu. Dan tak lama kemudian Lini pun muncul. Cewek funky ini kaget, karena wajah Ara sudah berubah menjadi wajah dirinya, dan hampir semua poster yang ditempel di dinding, di pohon-pohon, di jalan-jalan juga berubah!

Lini betul-betul bingung, nggak tau harus ngapain, sampai akhirnya dia melihat ke Ara.
“Eh, kamu pasti yang membuat ini semua, kan?” kata Lini menuduh Ara.
“Eh, sory… lo tau dari mana?” jawab Ara
tenang. “Apa buktinya kalo gue yang bikin poster
itu?”
Lini nggak bisa jawab. Dia pergi sambil bersungut. Sementara Abror yang baru datang juga langsung mendekati Ara.
“Mau apa? Mau marah juga?” kata Ara langsung
mendahului Abror.
“Enggak, gue mau ngucapin sory. Lo tetap cewek
baik di mata gue, dan akan tetap menjadi inceran gue. Meski sampe sekarang lo belon ngasih lampu ijo, tapi suer gue akan tetap ngincer lo. Karena gue yakin bukan lo yang berfoto seksi itu.”
“Nah, kamu kok tau?”
Abror melihat ke sekeliling. Yakin aman dan tidak ada kaki tangannya Lini, barulah dia berbicara,
“Si Lini telah mengupah seseorang untuk membuat foto itu. Tapi Lini nggak tau kalo orang yag diupah itu adalah sohib gue si Black. Jadi ketika Black cerita ke gue, tentu aja gue kaget, dan langsung aja gue suruh merubah wajah lo dengan wajahnya Lini! Biar dia tau rasa!”
“Oh, jadi kamu yang bikin, toh?” tukas Ara
tersenyum. “Barusan si Lini ngomel-ngomel ke aku.”
“Jangan khawatir, nanti gue akan ngomong ke dia, kalo perlu dia gue laporin ke polisi karena
berusaha merusak nama baik lo.”
Ara tersenyum lagi. Manis banget. Apalagi di mata Abror, mungkin itu senyum paling manis yang pernah Abror lihat dalam hidupnya. Tapi sayang Ara hanya tersenyum saja, tidak memberi tanda lain selain itu. Inilah yang terus-menerus membuat Abror penasaran pada Ara.
“Eh, kalo gitu, sekarang kita ke kantin dulu
yuk!” teriak Juleha. “Bel masuk masih lama, kan?”
Ara dan Abror setuju.
Pas di kantin nampak sebagian anak ketawa,
sepertinya mereka sedang memperhatikan sesuatu di sebuah meja.
Ternyata mereka sedang melihat foto si Juleha
yang badannya bulet lagi pake bikini dan berenang di tepi pantai.
“Wah, ada kura-kura terdampaaaar…!”teriak anak-anak meledek foto itu. Tentu aja Juleha yang tau anak-anak sedang memperhatikan foto dirinya langsung marah dan mengusir
“Hoi, bubar, buaaaar…! Brengsek, siapa sih yang nyebarain foto gue? Uuuh, sebel!!!”
Tapi kemudian penjaga counter somay datang
mendekati Juleha, “Lho, bukannya tadi pagi non
sendiri yang meletakkan foto itu di sini?”
Hah? Ara dan Abror melongo, tapi selanjutnya mereka ngakak menertawai sahabatnya yang sedang merah semu itu, malu-malu, ternyata ingin juga jadi pusat perhatian! Ha ha ha.
 

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...